Portofolio Militansi
Sebuah pertanyaan untuk Indonesia hari ini adalah bagaimana portofolio militansi para pendukung Jokowi-Ahok untuk menghadapi Pilpres 2019 nanti? Dalam arus keterlibatan rakyat dalam berbagai sektor termasuk politik, tentang relawan bukan lagi cukup penting tetapi sangat penting.
Sebelum kita bisa mengetahui peta kekuatannya, perlu kita samakan persepsi terlebih dahulu untuk hal yang sangat basis tentang karakter militansi tidak bisa diciptakan! Itu pendapatku, apa pendapatmu?
Militansi adalah bahan dasar yang telah mengisi jiwa manusia jauh sebuah kesempatan hadir, sama halnya bahan-bahan dasar seperti mineral, logam mulia dan energi yang mengisi perut bumi mana ada yang bisa diciptakan. Militansi dalam jiwa manusia lebih dari sekedar itu! Jauh sebelum tokoh-tokoh muncul, karakter militansi itu sudah hidup. Mereka mengembara dalam berbagai bentuk perjuangan masing-masing individu. Di dalam militansi ada sikap kegigihan, pantang menyerah atau tangguh dan setia. Dari hal itu semua yang paling penting dalam politik adalah setia.
Tentang pendapatku jelas ini akan mengontra pandangan lawan Jokowi-Ahok yang selama ini berusaha dengan segala cara dan habis-habisan untuk menciptakan karakter militansi ke dalam ‘tubuh’ pendukungnya.
Sangat dangkal kalau menghubungkan “sesuatu yang tangguh atau mempunyai daya tahan” terjadi secara tiba-tiba! Militansi terbentuk karena ditempa oleh waktu dan pengalaman hidup seseorang. Pengalaman hidup setiap individual-lah yang paling memberi kontribusi terbentuknya karakter militansi atas apa yang ia yakini dan perjuangkan. Misalnya militansi terhadap terorisme dan radikalisme sudah terbentuk dalam diri individu jauh sebelum aliran keras itu muncul.
Seorang petani yang berusaha hidup baik dan menjauhi yang jahat ketika bergabung menjadi seorang relawan untuk mendukung seorang pemimpin maka ia akan bergerak tanpa disuruh. Seorang pengusaha yang aku kenal menjadi relawan Jokowi dan Ahok mengalami kebangkrutan karena bisnisnya terbengkalai gara-gara urus kampanye melulu padahal salaman dengan Jokowi atau Ahok saja tidak pernah. Militansi tidak mengenal latar belakang, waktu, jarak atau kemampuan seseorang. Ini yang sering dikatakan relawan karena terpanggil.
Banyak contoh yang bisa aku buka di sini bagaimana para relawan Jokowi-Ahok jungkir-balik demi Jokowi-Ahok memimpin. Kasarnya kalau taplak meja bisa dijual juga dijual untuk membiayai operasionalnya. Masalahnya ada relawan yang satu meja pun tak punya tetapi kok tetap mau terlibat? ya yang judulnya pendukung militan ya begini!
Ketika pendukung militan bergabung maka akan terikut semua sifat pejuangnya, luar dalam lahir batin.
Orang-orang kecil yang masih polos serta secara ekonomi lemah mempunyai karakter militansi lebih kuat dibandingkan orang-orang yang kehidupan ekonominya lebih mapan karena mereka butuh sosok yang bisa menggendong harapan-harapan mereka untuk urusan kesejahteraan, akses dan kesempatan maka tampak seolah kelompok kecil lebih peduli terhadap ‘politik’. Kelompok inilah yang menjadi basis kekuatan Jokowi-Ahok. Kelompok yang lebih mapan yang menjadi relawan karena mereka melihat ada harapan perbaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dukungan kelompok-kelompok menengah atas untuk Jokowi-Ahok siapa yang bisa memastikan kecil? Seiring dengan revolusi mental dan program ‘bersih-bersih’ oleh Jokowi-Ahok, kukira para kelompok menengah atas yang masih doyan main curang tidak ada pilihan selain ikut permainan umum.
Pengamatanku sejak Pilpres 2014 dan Pilkada DKI’17, militansi pendukung musuh Jokowi-Ahok dibangun dari hasil ‘sale agama’, ‘sale PKI’ dan ‘sale tabloid’ bocor. Namanya juga ‘sale’ kan sifatnya berjangka, bisa bangkrut kalau kelamaan. Kalau kita sudah sepakat karakter militansi tidak bisa diciptakan maka lawan Jokowi-Ahok selama ini tidak menyediakan wadah yang ‘sehat’ untuk militansi tumbuh subur. Pendekatan mereka seperti main saham ‘tendang dan lari’. Dalam konteks daya tahan dan kesetiaan, kekuatan militansi pendukung Jokowi-Ahok jelas lebih positif.
Militansi sejati adalah ketangguhan dalam berjuang yang tidak bisa dibeli dengan uang. Spesifikasi ini lebih menonjol untuk pendukung Jokowi-Ahok dibandingkan lawan politik Jokowi-Ahok. Hal ini bisa terjadi karena sesungguhnya para militan itu membawa dan memperjuangkan ideologisnya sendiri. Militansi pendukung Jokowi-Ahok sangatlah luar biasa dahsyat kalau diukur dari uang pribadi yang dikeluarkan relawan, angkanya sangat fantastik! Kalau mau mengukur militansi pada zaman monetisasi akan keluar keanehan kok ada yang mau bekerja tanpa dibayar?
Ya yang judulnya pendukung militan ya begini!
Ketika pemimpinnya mendobrak maka pendukungnya-lah yang mendobrak. Ketika pemimpinnya marah maka pendukungnya-lah yang marah. Atas nama pendobrakan demi pendobrakan dan kemarahan demi kemarahan militansi terhadap kepemimpinan Jokowi-Ahok akan mengeras seperti beton tetapi juga lentur seperti tanah liat.
Sejak Pilpres 2014, para pendukung militan bermunculan karena rakyat mendapat sosok yang dirindu lewat Jokowi. Pilkada DKI 2017 dengan tokoh Ahok yang fenomenal semakin memberikan karpet merah bagi rakyat terlibat. Kekesalan dan kemarahan yang telah tertimbun puluhan tahun kepada para elit dari tingkat RT sampai atas telah tersiram sebagian berkat keberanian Jokowi-Ahok. Militansi pendukung Jokowi-Ahok akan terus meningkat stabil karena bahan dasarnya tidak perlu dibeli sementara musuh-musuhnya masih akan menemui jalan panjang dalam pembentukan militancy yang sehat.
Para militan yang setia kepada Jokowi-Ahok juga mudah dibentuk seperti lempung ketika ketokohan pemimpin memberi arah. Ada pemakluman sangat besar untuk Jokowi-Ahok oleh para pendukung militan. Mengapa? Karena niat baik mereka telah ditangkap sangat sempurna. Kukira niat baik seseorang lebih menjadikan dirinya tokoh dibandingkan hal lain. Pemimpin yang mempunyai niat baik diyakini akan berusaha mati-matian membela kebijakan yang pro rakyat. Pendukung militan mudah memaklumi andai suatu hari ada kebijakan yang mungkin belum memenuhi keinginannya. Untuk jangka panjang dalam hal menjalankan kekuasaan, Jokowi-Ahok lebih tenang. Kalau ada yang ngamuk-ngamuk itu biasanya naskahnya sudah dibuat oleh gerombolan kompor meleduk.
Keindahannya adalah Jokowi-Ahok dianggap laksana oase bagi jiwa-jiwa yang kering oleh para pendukung militan.
Para pendukung militan dengan pemimpinnya mempunyai kesamaan visi misi dan karakter. Pemakluman oleh pendukung bisa terjadi karena pendukung mempunyai cara pandang ke depan sama dengan pemimpinnya. Pendukung mempunyai impian pemimpin juga mempunyai impian. Harapan-harapan yang sama inilah yang mengikat mereka. Harapannya hanya satu agar Indonesia bukan sekelompok menjadi bangsa yang besar.
Kalau ukurannya bukan selalu kekuasaan maka ketika mereka tidak menjabat pun dukungan itu akan abadi.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.