Launching
Terakhir, publik sangat terkesan dengan acara launching kantor baru perusahaan medsos terbesar, di Jakarta. Semua media nasional meliput. Aku juga ikut memburu beritanya dan merasa senang. Suatu kali akun media sosialnya mengalami gangguan parah dan berbekal nomor telepon yang ia peroleh. Aku mencari bantuan ke bagian keluhan, alih-alih membayangkan kantor besar dengan penanganan masalah super cepat, bagian yang menangani keluhan saja tidak ada dan lebih terkejut lagi kantor tersebut diawaki hanya dua tenaga penjual kata operator dalam sistem jaringan kantor bersama.
Gaya Roket
Suatu hari, aku bertemu seorang wartawan televisi yang menemukan bukuku di salah satu toko penerima donor, karena kubilang mau jual 1 juta buku maka wartawan bertanya kapan buku mau dilaunching agar ia dapat meliput. Tidak ada launching jawabku, yang ada closing.
Aku tidak memakai ‘gaya roket’ standar-membangun keterpukauan saat meluncurkan buku maupun website serta ide-ide perjuangan dan bahkan boleh dikata tidak ada istilah launching dalam kamusku kini, baik itu grand launching maupun soft launching. Istilah closing mungkin bisa dipakai sebagai acuan untuk menyatakan pekerjaan yang telah direncanakan bisa dikerjakan dengan baik agar semesta tidak menuduh sangat keterlaluan telah mengabaikan gairah dan kecerdasan manusia.
Dengan menyadari bahwa acara launching yang dilakukan kadang lebih sering menghebohkan daripada gagasannya, menurutku ini adalah produk pemikiran lama yang sudah tidak selaras dengan pengejaran cita-cita sederhana. Sudah sangat terlalu membosankan, karena kita sudah tahu cerita akhirnya; semuanya akan kembali seperti sediakala. Konsep launching juga dipakai artis yang sudah kehilangan pamor, mereka berusaha membuat ‘hoax’ yang hanya dia dan managemennya tahu lalu menggorengnya di media, pemakai media menjadi korban. Mereka mungkin akan bertahan beberapa waktu di tangga ketenaran namun akan kembali terkulai lemas kemudian membuat hoax baru kembali.
Bertahan
Membangun suatu ide atau gagasan agar bertahan adalah hanya dengan memperjuangkannya terus dan bergembira di atasnya tanpa peduli dengan hasil akhir. Konsep “semua ada batasnya” selalu melandasi diriku seperti tidak ingin berada dalam momentum klimaks-antiklimaks dari sesuatu hal yang kubangun. Dalam hal ini penetrasi bukunya di pasar maupun pekerjaan dibalik buku. Memperpanjang sedetik keabadian dari entitas bukunya ‘gagasannya~dirinya’ seolah untuk menyatakan anak manusia tidak terlunta-lunta menerima keterbatasan.
Jadi, kalau ditanya lagi, kapan buku Giharu dilaunching? Dipastikan saat itu buku Giharu sudah beredar di publik, jadi pertanyaan itu menjadi tidak relevan lagi.
PENTING! INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. PELAJARI SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN