Antitesa Tujuan-1
Jadi setelah daftar, melewati pintu penjagaan kami pun diperiksa. Semua berjalan normal. Aku masih berpikir di manakah letak ruangan untuk bertemu narapidana itu sambil keluar dari ruang periksa. Dari tadi aku sudah melihat banyak orang di sebuah ruangan seperti aula di balik jerujj, mereka membentuk kelompok-kelompok kecil sambil duduk lesehan dan berbincang-bincang dengan serunya. “Sedang ada acara apa Pak, kok ramai sekali?” tanyaku kepada petugas yang berdiri di pintu jeruji itu. Jawabnya dengan bertanya kembali, “Ibu baru pertama kali datang ya?” Heee…ketahuan lagi ‘kampungan’ kataku dalam hati itu bodoh tempatnya ya itu…akh masa?
Akhirnya setelah 10 menit, A mendatangi kami, ia memakai pakaian kemeja biru air. Kok begini ya namanya pembunuh kesanku yang pertama. Aku menyampaikan maksud kedatangan kami untuk melihat keadaannya dan sekalian ingin mencari tahu kronologis kejadian yang sebenarnya. Kami memberitahu neneknya meminta bantuan kepada kami.
Ada lima pertanyaan mendasar yang aku ajukan kepada A tetapi satu pertanyaan terakhir adalah untuk konsumsi kita semua. Saat aku tanya dengan apa ia membunuh ia menjawab dengan celurit. Korban mengalami luka di bagian apa ia menjawab kepala. Kutanya lagi mengapa sampai bisa membunuh jawabnya karena korban telah menyerang kawan sekelompoknya.
Namun ketika aku tanya lagi yang lebih dalam apakah tujuan hidupnya untuk membunuh? Persis sekali yang aku duga ia menjawab “TIDAK”.
Maka jawaban yang sama akan kita temui ketika bertanya kepada penjual mayat dan ayat apakah tujuan hidup kalian menjual mayat dan ayat? Kepada koruptor apakah tujuan hidup bapak korupsi? Kepada semua tukang rusuh, penipu, perampok atau tukang fitnah apakah tujuan hidup kalian seperti itu? Oh tentu TIDAK sayang!
“Tetapi mengapa kemudian jadi membunuh?” tanyaku membuat A tertunduk tanpa mengeluarkan suara. Mengapa jadi korupsi? Mengapa jadi menjual mayat dan ayat? Mengapa jadi menipu, sebar hoax dan buat rusuh? Oh entahlah Om Tante aku pun tak tahu!
Tanpa kita sadari, perjalanan hidup ini sering kita lalui dengan menjadi antitesa atas tujuan yang ingin dicapai. Sebagian besar manusia terjebak dalam perspektif mental kemiskinan. Hal-hal yang dilakukan sama sekali tidak efektif karena menjauhi tujuan. Kalau sudah mentok, tertangkap, bangkrut, sakit parah dan menjelang ajal biasanya baru mau mendekat ke tujuan.
Kita bisa menelusuri jejak tersebut secara mandiri dengan melewati beberapa tahap pertanyaan yang sangat sederhana; Apa yang aku kejar, bagaimana aku mendapatkannya, siapa yang telah aku korbankan, dimana jejak perbuatan itu bisa aku temui dan sampai pada pertanyaan puncak MENGAPA. Mengapa semua ini bisa terjadi?
Sebagai informasi jangan kaget ya, A sudah tiga kali masuk penjara. Ia berharap ini yang terakhir. Hukuman 10 tahun penjara akankah ia bayar sia-sia? Sepuluh tahun adalah waktu yang sangat sangat cukup untuk merekonstruksi kembali tujuan hidup seseorang namun akan menjadi pertanyaan yang sangat pelik kalau kita bicara kapasitas negara dalam hal ini terkait kemampuan lapas melakukan pembinaan.
Mengapa bisa membunuh? Mengapa bisa jualan mayat dan ayat? Mengapa bisa menelan makanan dari uang rakyat? Mengapa bisa melakukan fitnah? Dan mengapa…? Kalau belum sempat berpikir ke arah situ, musim hujan di akhir penghujung tahun ini mungkin menjadi momen indah melahirkan mutiara kehidupan seandainya kita mau mengambil waktu sejenak, berdiam diri dan masuk ke dalam diri untuk menjawab pertanyaan puncak dari segala puncak: Apa tujuan hidupkuāmengapa hidupku tidak selaras dengan tujuan?
Aku mulai semakin yakin kesan pertama yang telah aku tangkap dan mulai menggugat. Suatu kesimpulan kecil lebih utuh dari potongan-potongan puzzle bahwa “iki bocah salah asuh dan korban perubahan lingkungan”. Negara, lingkungan, keluarga korban dan keluarganya sendiri telah memenjara ‘boneka beruang’ bukan pembunuh! Ungkapanku ini tidak meniadakan perbuatannya. Si A memang wajib bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hidup selalu ada cobaan namun sebagaimana orang Indonesia hidup juga masih selalu merasa untung di tengah kesulitan, A masih beruntung karena aku masih menemukan sesuatu yang asli buatan semesta bersemayam dalam lubuk hatinya. Ia akan terbantukan dengan hal ini dalam merekonstruksi ulang tujuan hidupnya.
Tetapi ya sudahlah, namanya hidup ya begini. Selalu ada masalah tetapi bagaimana masalah diselesaikan itulah pertanyaannya. Orang-orang seperti A masih ada harapan diperbaiki. Suatu lompatan 180 derajat akan terjadi asal mendapat lingkungan dan bimbingan yang tepat.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.