Bukan Pelakor
Kata dia hidupnya hampa. Itu dia katakan setelah diriku mendengar keluhannya bahwa dirinya sudah hampir enam bulan tidak berhubungan seks dengan istrinya. Istrinya telah menolak dirinya. Ia dengan keyakinan penuh katanya istriku sudah mati rasa. Menurutnya ini disebabkan perkawinan mereka telah berjalan 15 tahun saat aku tanya apakah telah terjadi goncangan dalam rumah tangganya? Ia menjawab hubungan mereka baik-baik saja.
Perubahan drastis pada dirinya telah aku rasakan sesaat kami bertemu pada suatu malam dalam suatu acara kawan. Ini pertemuan kami yang kedua. Tangannya menjadi ringan, tanpa aku sadari ia tiba-tiba mulai menoel hidungku untuk menyatakan ‘care’ atas sakit batuk yang aku derita hampir 5 bulan. “Hah! Gilak ya lo 5 bulan, gue 3 minggu aja sudah minta disuntik! Paru-paru aman jawabku dan ia pun tenang.
Dan tiba-tiba lagi lima jarinya menggengam paha kananku untuk mengukur tubuhku yang kurus katanya iya kurus sekali lo. Aku sebenarnya risih kalau dipegang-pegang, tetapi karena masih dalam batas dan ia sudah kuanggap sahabat dekat okelah saat ini tidak perlu aku tonjolkan rasa tidak suka itu secara berlebihan.
Selain itu aku terus dalam pertimbangan terhadap ajakannya. Chatnya yang masuk tiba-tiba mau bertemu saja sudah membuatku bertanya ini ada apa. Di perjalanan aku terus berpikir apakah akan menerima tawarannya. Ini bukan soal ia mengajak bertemu yang menjadi isu karena sebenarnya akulah yang teramat sering meminta ketemu karena mau curhat sekalian menggali informasi tentang seseorang. Ia banyak terkait informasi yang kucari. Nanti ngobrol di hotel yuk; nah inilah yang terus mengusik pikiranku sampai akhirnya kami bertemu.
Anehnya aku menerima ajakannya untuk mengobrol di hotel tempatnya menginap. Jadi, pergilah kami setelah selesai acara di kawan itu ke hotel. Aku mencoba menawarkan bicara di lobi saja pas mau berangkat, ia tidak menjawab ya atau tidak, tetapi aku asumsikan kami akan mengobrol di lobi. Setelah tiba di hotel, aku mengekor saja sampai masuk lift. Aku kira ia akan membawaku ke restoran atau di sebuah ruang ngobrol di lantai atas.
Ternyata oh ternyata ia membawaku ke kamarnya. Dengan terpaksa aku masuk dan sedikit was-was. Bagaimanapun relasi kami ini dekat karena bisa ngobrol apa saja, namun ia tetap aku beri peringatan jangan macam-macam dan jangan menyentuh diriku jika ia sepakat maka aku akan bertahan di kamarnya.
Perasaanku aman, seketika aku duduk di kursi yang akhirnya ia beri bantal dan meminta kakiku bersandar di atas ranjang. Okelah aku manut dalam hal ini dan menerimanya. Diriku pun mulai rileks juga dan kami pun mulai saling bercerita.
Setelah itu ia rebahan, kadang berdiri kadang duduk kadang minum, gestur tubuhnya kurasakan ia gelisah dan tidak tenang. Ia mulai cerita ngalor-ngidul. Aku datang dengan niat mencari informasi akhirnya harus mengalah bahwa ia lebih butuh didengar dan bahkan sebenarnya ia butuh pertolongan dan memang akulah orang yang tepat untuk menolongnya.
Mulai ia mengatakan hidupnya hampa itu. Sambil terus bercerita ia mencoba merayuku dengan memintaku rebahan di sebelahnya. Hari semakin malam, jam di hp sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam, ia masih berusaha menahanku dengan promosi Merapi view yang sedari berangkat terus ia berusaha jual kepadaku. Ia memperagakan duduk bersila di ranjang kontemplasi kepada Merapi. Tidak ada sesuatu pun aku lihat di balik jendela walau kerlap-kerlip lampu mobil memenuhi sepanjang jalan kaliurang tiada henti menuju ke puncak Merapi. Gunung yang melekat pada diriku sedikit-sedikit telah dijadikan orang sebagai bahan bancakan untuk menggodaku.
Aku mulai kasihan kepadanya karena sedikit pun tidak tertarik dengan rayuannya. Setelah melihat ia menarik tasku dan mengumpetnya di bawah bantalnya seperti anak kecil saat kubilang harus segera pulang aku semakin sedih melihatnya. Ia sangat kesepian.
Aku memintanya ‘jajan’ saja namun ia mengatakan jijai. Akhirnya ia mengatakan sejak awal sudah menyukai diriku dan segera aku skak dia. Kukatakan aku sudah mendengar rayuan gombal seperti itu banyak sekali dari para lelaki kesepian, sudah dalam taraf sangat bosan sekali! Hentikanlah kataku.
Blok pikiran sesat itu dan jangan percaya! Masalah hidup pertama kali ada di pikiran kataku.
Kayaknya aku puber kedua ya Gih. Heeee….akhirnya sadar juga si doi pikirku. Ini giliranku masuk, kataku halo aku Giharu, orang baik-baik, aku memang janda, tetapi bukan janda sembarangan. Kalau aku berada di luar koridorku aku akan sangat menderita. Aku tidak bisa menjadi Giharu si pelakor. Buruk sekali citra itu untukku. Nilai-nilaiku tidak berkorelasi sedikit pun dengan tawaran para lelaki. Aku ini janda merdeka tau! Jadi ini bukan soal kau hanya menawariku kue castengle atau coklat lalu memintaku tidur denganmu sementara ada yang antri memberiku mobil dan rumah mewah. Jangan anggap rendah daku dan tularkan masalahmu kepadaku.
Beuh! Aku sudah ketemu berbagai macam laki-laki kataku, tipe yang tidak mau jajan namun mau tidur dengan wanita baik-baik dengan modal dengkul juga banyak. Laki-laki tidak punya harga diri sampai laki-laki yang bangga kalau bisa memelihara wanita. Dari 10 laki-laki hanya 1 laki-laki yang tidak kembali ke keluarga karena ia sial ketemu pelakor sejati. Hati-hati kataku dari 10 wanita pelakor maka 10-nya minta dikawini dengan segala cara; cara sembunyi-sembunyi yang paling cepat.
Wanita yang telah tidur dengan suami orang butuh keamanan finansial dan pengakuan sedangkan laki-laki yang tidur dengan pelakor butuh seks. Seks dan uang adalah dua sisi yang saling mengikat erat dan menjerat. Jadi jangan heran mengapa laki-laki bertingkah dan fantasi seksnya lebih menjadi liar setelah ia punya uang dan si pelakor memakai segala cara untuk merebut materi laki-lakinya. Uang dan seks yang dibumbui cinta akan semakin memanipulasi tingkah-tingkah bejat manusia.
Sekuat apapun kucoba bahkan aku sudah pernah melakukannya menjadi orang jahat dan sampai pada suatu kesimpulan bahwa ‘nature’ ku ini polos. Kataku, “Gue tidak mampu dan tidak mau menjadi bagian kekacauan hidup ngerti lo?”
Kesenangan seks hanya sesaat, banter 30 menit setelah itu akan kembali ke dunia nyata. Seks dibutuhkan, tetapi kalau tidak ada juga tidak akan membuat manusia remuk.
Terakhir ia merengek minta dipeluk. Sebuah pelukan ia terima dariku? Sebuah damprat kecil mendarat untuknya iya! Aku mengomelinya lagi sambil bercanda nanti setelah sadar dia akan sembah-sembah diriku dan mohon ampun karena sudah bicara tidak sopan kepada Giharu. Dia ketawa-ketiwi sambil mengantuk.
“Tidak bisa gue bayangkan kalau lo pergi dengan perempuan bukan Giharu, hancur keluarga elo!”
“Ya, jangan sampai bini tahu donk,”katanya.
“Ya, bukan elo yang hancurin, tetapi si pelakor itu yang akan hancurkan,” balasku membuatnya terdiam.
Sesampai di rumah anakku bertanya mengapa Mama lama sekali, kataku tadi Mama ketemu teman punya masalah dan ingin curhat sebentar. Duhhh hidup… hidup!
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.