Dimensi Suci Politik
Politik yang berkembang sehari-hari ini fokus pada yang kelihatan. Secara mengherankan politik berkembang juga membawa-bawa nama nama Tuhan. Mereka akan berdoa terlebih dahulu sebelum debat dilakukan atau mungkin ziarah ke tanah suci. Semua pasti mohon kemenangan. Kita ketahui beberapa dari mereka memang benar-benar hanya mohon petunjuk ‘Yang Kuasa’ dengan penuh kepasrahan; ini artinya unsur Tuhan yang ilahi masih hidup di sanubari politikus. Bentuk pencarian ini menunjukkan sekotor apapun politik dimensi suci ilahi definitif dibutuhkan. Pada dasarnya manusia itu takut dosa namun sekaligus menikmati dosa.
Hanya pemimpin yang memakai kekuasaan sebagai amanah untuk berbuat kebajikan akan memohon pertolongan TYME dengan hati ikhlas dan tulus agar tidak salah langkah, sedangkan pemimpin yang haus kekuasaan akan memakai unsur-unsur religi sebagai kedok.
Menurutku, kita harus melihat bahwa kemenangan yang kelak diraih dari kesalahan disain cawapres nilainya hampir sama dengan kekalahan yang diterima. Mengapa, karena Bapak Jokowi tersisa satu periode lagi. Ini rawan untuk masa depan bangsa yang berideologi Pancasila dan ber-Bhineka Tunggal Ika serta nasib kelanjutan pembangunan yang sudah dilakukan oleh Bapak Jokowi. Pemerataan ekonomi akan menyehatkan bangsa dan meredam gairah radikalisme; otomatis isu sektarian atau eksklusivisme perlahan-lahan akan melemah dengan sendirinya; kestabilan pembangunan semakin kokoh dan berdaya tahan lama.
Jadi, apa yang dilakukan Bapak Jokowi; kurang lebih seperti itulah gambaran cawapres yang harus dimiliki bangsa ini.
Karena apa yang dibangun oleh Bapak Jokowi akan dihancurkan oleh pendampingnya. Dalam konteks “Menuju Indonesia Maju“, RI-2 punya potensi sangat besar sekali untuk naik menjadi RI-1 pada pilpres 2024. Kalau cawapres tidak punya wawasan kebangsaan selevel Bapak Jokowi, contoh sederhananya seperti kasus Jakarta, apa yang dengan susah payah dibangun Ahok malah mau ‘dihancurkan’ musuhnya. Seperti curhat kepala RPTRA Kalijodo; dana pemeliharaan yang sengaja dihentikan telah menunjukkan itikad penghancuran RPTRA. Tidak ada yang salah dengan konsep RPTRA kecuali pemimpinnya yang berhati busuk, itu adalah ruang interaksi publik yang dibangun dari uang rakyat. Silakan datang dan cek langsung kondisi terkini RPTRA Kalijodo dan RPTRA lain yang telah berubah menjadi kumuh.
Kita sering berpikir mendapatkan kemenangan seolah semua urusan beres padahal tidaklah demikian. Masalah di depan mata yang belum tampak bisa jauh lebih besar. Siapapun yang telah meraih kemenangan perlu mempertimbangkan hal ini terlebih kemenangan yang ingin diraih dengan tangan bersih. Maka kalau Bapak Jokowi tidak mendapat pendamping yang sepadan, Indonesia akan mundur seperti zaman Orba seperti Jakarta. Aku harap Bapak Jokowi dapat menangkap kegelisahan rakyat.
Apalah arti kemenangan jika kelak justru pendampingnya menjadi penghambat “Menuju Indonesia Maju”? Kali ini, dalam penentuan cawapres harus benar-benar membongkar cara berpikir lama. Harus keluar dari ketakutan dana kampanye, dari elektabilitas semu, dari tekanan, dan dari semua pandangan umum yang belum tentu kebenarannya. Cawapres harus benar-benar tokoh independen. Bukan politikus, pengusaha atau militer, harus bersih, jujur, dan sudah terbukti benar-benar tidak punya kepentingan diri dan kelompok. Kata lainnya adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya maka yang tersisa pada dirinya hanyalah untuk melayani bangsa.
Kalau kebahagiaan rakyatnya adalah kebahagiaan dirinya maka dialah cawapres yang dibutuhkan 260 juta negeri ini.
Jadi, ada yang tidak koheren dengan apa yang kita percaya selama ini bahwa “Jokowi Adalah Kita” bila Bapak Jokowi tidak kembali atau menemui jati dirinya yang utuh! Sederhana, apa adanya, dan menyatu dengan hati rakyat; itulah Jokowi. Otomatis ‘cawapres media’ seperti yang sering dielukkan-elukkan tidaklah mungkin dipilih karena mereka semua berasal dari media (maaf).
Keinginan melayani dan membahagiakan rakyat itu lahir dari kesederhanaan hati; dari seorang tukang kayu; itulah arti “Jokowi Adalah Kita”. Hal ini mengandung maksud bahwa keputusan memilih cawapres itu harus lahir dari rahim keluhuran berpikir rakyat, dari “rahim bangsa”. Dengan berkiblat rakyat adalah suara Tuhan maka relevansi Bapak Jokowi berdoa dan para penentu mohon petunjuk kepada TYME dalam mencari cawapres menjadi sinkron. Janganlah anggap sepele suara-suara yang lahir dari ‘bawah’ yang sama sekali tidak terkoneksi dengan kita karena mana tahu itulah jawaban Tuhan!
Aku tahu ada Gerakan Perubahan Indonesia 2050 atau GPI2050 yang sangat gelisah dengan isu cawapres. Mereka menggali aspirasi dari bawah, mencoba menawarkan tokoh muda Yudi Latif sampai ke pelosok nusantara dan ternyata YL diterima sangat baik. GPI2050 sama sekali tidak ada kaitan dengan partai atau politikus dan tokoh manapun, ini benar-benar lahir dari rahim rakyat secara spontan karena panggilan semesta. Tidaklah terlalu naif juga kalau kita kaitkan doa para pemimpin mohon petunjuk cawapres telah direspon oleh-Nya hingga nada inilah yang ditangkap oleh GPI250. Semoga Bapak Jokowi bisa menangkap kembali gelombang yang dipancarkan GPI2050.
Memang ada kandidat seperti Ibu SP dan SM yang masih bisa memenuhi kriteria, tetapi mata batinku melihat Bapak Jokowi tidak berjodoh dengan wakil perempuan. Suatu hari memang Indonesia akan dipimpin seorang wanita, tetapi siapa dia dan kapan akan terjawab seiring perjalanan bangsa.
Sampai detik ini, publik terus dicekoki kandidat cawapres media. Sebagian besar harus mendapat catatan penting terkait rekam jejaknya; ada yang pernah salah gaul, ada yang pernah jadi timses penerbit bulletin hoax Obor, ada yang kurang harum karena dikaitkan korupsi, ada yang pandai cakap kapasitas diragukan, dan ada yang berbisnis dengan cara tidak elegan.
Kalau sampai Bapak Jokowi memilih ‘cawapres media’ atau memakai pendekatan umum dalam penentuan cawapres maka hal ini akan menghilangkan dimensi suci politik. Artinya campur tangan TYME ternyata tidak benar-benar dimohonkan dan politik silakan semakin dipercaya memang kotor semua! Dampaknya akan semakin melegitimasi kebaikan bahwa memang tidak ada lagi bisa dipercaya dan tidak ada lagi kebenaran di republik ini! Rakyat akan meniru, cukup membuat kegaduhan, tidak perlu tertib publik, dan rekam jejak boleh cacat asal terkenal bisa jadi cawapres.
Jokowi tetap adalah kita. Semoga!
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Comments