Impian Indonesia
Jawabanku “tidak ideal” maka pasti juga “tidak akan efektif” untuk kedepan baik dari sisi politis, strategis dan teknis. Aku mencoba memerasnya menjadi 4 hal penting yang perlu dipertimbangkan Bapak Jokowi, sebagai berikut:
1. Ide Besar Mengajak Semua Elemen Membangun Bangsa
- Bapak Jokowi tidak boleh terkecoh dengan misi agung tentang ide “mengajak semua elemen membangun bangsa” karena narasi “membangun” butuh konsekuensi jiwa raga yang tidak main-main! Hanya negarawan dan pelayan rakyat yang bisa mengimplementasikan itu dengan tulus dan jujur. Dan bukankah hal ini telah Jokowi buktikan lewat dirinya sendiri yang hanya bekerja dan bekerja untuk rakyatnya, jadi rasanya seperti ada yang tidak beres bila Pak Jokowi mencari orang yang kriterianya tidak mendekati dirinya. Mau anaknya kek yang disorong atau si pembual yang diajukan tetap saja mereka adalah SBY dan Prabowo.
- Ide itu sangat terpuji, sesungguhnya ideal-nya memang begitu bahwa agar semua elemen bisa terlibat membangun bangsa. Tetapi di dalam ide ideal itu juga ada fakta bahwa memang ada elemen yang tidak bisa dilibatkan untuk membangun! Kalau dipaksa hanya akan menuai ketidakefektifan. Idealisme tanpa keefektifan hanya akan melahirkan keletihan sosial.
- Yang lebih konstruktif dari yang ideal itu hanya ada pada pihak yang “sudah teruji rekam jejak membangun-lah” yang bisa diajak “membangun”—merekalah elemen yang ideal yang harus berada dalam rancangan besar “Kapsul Waktu Impian Indonesia 2015-2085 yang telah diletakkan di Merauke” pada hari Rabu, 30 Desember 2015.
- Rival Jokowi adalah elemen yang belum menunjukkan sifat-sifat membangun. Ciri-ciri membangun sulit kita temukan dalam rekam jejak mereka!
- Perlu berhati-hati karena selevel Menkopolhukam dapat diserang telah memberikan efek psikologis kegentingan situasi pada diri Pak Jokowi terkait radikalisme sehingga otomatis hal ini biasanya juga akan menaikkan kebutuhan psikologis akan kehadiran rival. Jejak digital menunjukkan rival Jokowi adalah kelompok yang berafiliasi dengan radikalisme sehingga seolah ada kebutuhan ‘mendesak’ untuk memasukkan mereka ke kabinet agar radikalisme bisa teratasi. SBY dan Prabowo itu sangat jago soal efek psikologis dari sebuah momentum peristiwa! Pak Jokowi harus bisa terlepas dari perangkap efek psikologis pasca penyerangan Menkopolhulkam. Aku mencium gerakan yang sangat buru-buru dari SBY untuk memanfaatkan momentum itu lalu keesokannya Prabowo tidak mau ketinggalan.
- Pertemuan atau ‘lobi-lobi’ semacam ini sudah biasa kita saksikan di Indonesia dalam konteks mental perpolitikan pihak yang kalah mengais jabatan dan pihak yang menang merasa perlu merangkul musuh untuk pembangunan; narasi membangun negeri atau menyatukan Indonesia bisa memerangkap Pak Jokowi walau ide itu juga baik. Pada akhirnya prinsip-prinsip membangun mudah dilanggar bila tidak bisa keluar dari hal itu.
- Warna permainan dalam politik adalah abu-abu maka kalau tidak ada cara menyibak area abu-abu itu agar hitam dan putih terpisah sehingga terlihat jelas keputusan terbaik dari terbaik maka tentu satu-satunya yang harus diandalkan adalah REKAM JEJAK; rekam jejak Jokowi dari lahir batin setotal-totalnya adalah untuk “membangun bangsa” sedangkan rekam jejak rival dalam isu jatah menteri hanyalah untuk“menyelamatkan diri”—BOHONG BESAR MEREKA MAU MEMBANGUN DAN HANYA SEORANG MULUT BESAR YANG MAMPU MENGATAKAN MAU MEMBANGUN NEGERI TETAPI TIDAK DISERTAI REKAM JEJAK MEMBANGUN!
2. Keletihan Sosial
- Pak Jokowi bila ingin mengajak rival harus memikirkan faktor “keletihan sosial” pada rakyat. Jadi begini, di masyarakat itu ada 3 kelompok, dua kelompok militan-idealis sayap kiri dan kanan dan satu kelompok kiri kanan ok. Kelompok militan-idealis sayap kiri akan mencari pelampiasan ke arah religius-ideologis-radikalis sedangkan kelompok militan-idealis sayap kanan akan tidak peduli, hengkang ke LN dan memilih menjadi penonton atas carut-marut negeri;
- -Tren golput tidak menunjukkan penurunan berarti gejala keletihan sosial terus dialami masyarakat.
-Bila suatu komunitas penyeimbang keluar dari wilayahnya ini akan semakin menjadikan wilayah itu lebih cepat radikal. Contohnya, kota Medan semakin radikal setelah banyak ditinggal pergi etnis Tionghoa dan menyusul kota Jakarta. Jakarta sengaja dibuat tidak nyaman lalu ditambah beban keletihan sosial maka percayalah kelompok kanan ini akan lebih memilih hengkang ke LN bila mereka mampu suatu hari.
3. Membesarkan Musuh
- Parlemen sebagian besar dipegang partai pendukung pemerintah, jadi rasanya kurang mensyukuri rahmat itu apabila mengajak mereka ke kabinet. Mereka memang masih tetap bisa buat gaduh tetapi tidak bisa memakai corong parlemen lagi. Tidak ada alasan profesional maupun politis memberi mereka jatah menteri.
- Isu radikalisme tidak akan reda dengan memasukkan mereka ke kabinet. Mohon maaf bagi kami Prabowo dan SBY itu hanya haus kekuasaan dan butuh duit Pak Jokowi!!! Hidup Prabowo dan SBY benar-benar enak sekali, mereka benar-benar bisa cuci tangan dari afiliasi radikal setelah kalah sementara waktu Pilpres mereka begitu mesra. Waktu menguasai parlemen mereka seenak jidat mengobrak-abrik setelah kalah mereka masih berani minta jatah menteri. Duh, duh jangan sampai Pak Jokowi, kita memang tidak punya daya meminta mereka malu karena mereka memang tidak punya malu, tetapi kitalah yang harus menghentikan mereka agar mereka punya HARGA DIRI Pak Jokowi!!!
- SBY dan Prabowo tidak mampu mengurai yang telah mereka lakukan dan itu tidak ada dalam kamus mereka! Bagaimana mungkin seseorang bisa membenarkan sesuatu sementara dirinya belum benar.
- Kesimpulannya dengan mengajak mereka ke kabinet hanya akan membesarkan Demokrat dan Gerindra yang kelak akan menghantam PDIP juga. Mesin kedua partai ini setelah kalah di Pilpres 2019 sedang payah keuangannya. Nasib mereka hanya menunggu ajal. Kelak Demokrat tanpa SBY dan Gerindra tanpa Prabowo dan dalam kondisi kere maka ajal semakin cepat tiba dan mereka tahu sikon mereka! Jadi mohon jangan cari masalah Pak Jokowi yang kelak akan ditanggung oleh rakyat. Semakin banyak partai wafat semakin baik wajah perpolitikan Indonesia.
- Selalu ada bahaya laten Orba yang menyusup lewat Prabowo, perceraian boleh terjadi tetapi ‘bisnis’ jalan terus bukan?
4. Rekonsiliasi dan Revolusi Mental
- Mohon Bapak Jokowi jangan lupa dengan Kapsul Waktu Impian Indonesia 2015-2085! Apakah itu serius mau diwujudkan? Menjadi baik terhadap musuh hanya akan buang aset bangsa. Bukan kebaikan kepada musuh yang dinanti-nanti rakyat tetapi kebaikan yang berpihak pada kebaikanlah yang akan membawa kecemerlangan
- Rival perlu dididik agar menjadi oposisi yang terhormat. Artinya kalau Pak Jokowi tidak memberi mereka jatah menteri maka harus dilakukan dengan keren! Inilah rekonsiliasi yang sebenarnya. Rekonsiliasi bukan berarti dengan memberi jatah menteri Pak Jokowi!!!
- Pak Jokowi juga perlu berhati-hati dengan maksud untuk menyelesaikan masalah tetapi sebenarnya sedang membuat masalah baru yang akan timbul pada pasca 5 tahun menjabat. Isu kita bukan soal SBY dan Prabowo lagi, duh, kami sudah jengah dan muak sekali dengan mereka! Soal kita adalah radikalisme. Isu kabinet adalah soal strategis pasca 5 tahun Bapak Jokowi.
- Revolusi mental itu apa? Tidak perlu terlalu muluk-muluk, mulai saja dengan tidak melibatkan rival ke dalam kabinet saja adalah sebuah gebrakan yang luar biasa: Itulah revolusi mental yang paling substantif karena dilakukan diatas tubuh sendiri.
Baiklah, kita sepakat perlu memberi penghargaan pada niat-niat baik orang agar semakin konstruktif dan kita juga setuju untuk memberi ruang kepada siapa saja yang punya niat baik untuk membangun negeri tetapi apabila melanggar prinsip maka kukira itu juga tidak bijak.
Kalau memang benar niat baik SBY dan Prabowo “membangun bangsa’ maka jangan marah dan dendam apalagi membuat gaduh kembali bila Pak Jokowi mengatakan mohon maaf sebuah niat baik saja belum cukup tanpa dibarengi rekam jejak?
Apakah seorang yang telah menghabiskan 10.000 Triliun dalam 10 tahun pemerintahannya tanpa progress pembangunan yang optimal untuk rakyatnya masih bisa membangun bangsa? Bukankah waktu dan kesempatan telah kita berikan kepadanya tetapi ia menyia-nyiakannya?
Apakah seorang yang disinyalir kuat menculik mahasiswa, seorang yang berafiliasi dengan kelompok radikal, seorang yang membiarkan kebusukan dan kebohongan disemai demi meraih kekuasaan masih mungkinkah bisa membangun negeri? Negeri yang telah terbelah akibat ulah mereka saja belum ada usaha sedikit pun dari mereka untuk merajutnya kembali kok malah minta jatah?
Kalau sampai Pak Jokowi bisa membebaskan diri dari “kepentingan tidak teratur rival” dan tidak menjadi malaikat bagi musuh kukira ini lebih bijak untuk kita sebagai bangsa yang mau membangun peradaban dan budaya malu! Maka kepada SBY dan Prabowo mulailah belajar malu hai kalian tuan-tuan yang mendeskripsikan membangun bangsa dengan meminta jatah menteri.
Kalau benar SBY dan Prabowo mau membangun negeri maka masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh mereka di luar kabinet dan ini jauh lebih bermartabat! Kukira tugas tuan-tuan ini yang paling mendesak adalah membersihkan diri sesegera mungkin lalu mengurai kembali kekusutan yang pernah kalian lakukan sebelum ajal menjemput, kelak kalian tidak dikenang dengan caci maki.
Dan kalau sampai Pak Jokowi mengajak SBY dan Prabowo masuk ke kabinet maka akulah rakyat yang pertama paling frustasi dan kehilangan harapan tentang cara berpikir yang benar dan lurus!! Komentarku adalah negeri ini memang payah!
Maka benarlah bahwa kita semua percaya bahwa politik Indonesia tidak akan pernah bisa dewasa?
Kelak bahtera akan berlayar memuat dua kepentingan yang berbeda dalam satu tujuan dimana rakyat akan dihajar dengan dinamika yang melelahkan yang tidak ada kesudahannya!
Dua kelompok berada dalam bahtera, yang satu hobi melayani ‘membangun’ satu lagi doyan menguasai ‘negatif membangun’ mau berlayar mencapai Impian Indonesia 2085? Pesimis!
Pak Jokowi, mohon pertimbangkan rakyatmu yang masih bisa berpikir lurus dan mohon jangan biarkan kerakusan mereka merajalela!
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.