Behel
Aku awali dari sebuah kisah perjalananku. Pada suatu ketika, aku bertemu sekelompok petani yang sedang jongkok di pinggir ladang mereka. Saat itu sedang musim kemarau namun tanaman yang daunnya hijau dan lebar tumbuh subur, berdiri tegak menutupi hampir semua permukaan tanah namun aku belum tahu nama tanamannya. Mereka saat itu sedang bercakap-cakap dan menyapa ketika melihatku mendekat. Asap bercampur kemenyan berlomba lari ke langit mencapai puncak gunung adalah sebuah kemustahilan. Di samping masing-masing teronggok rantang-rantang plastik yang posisinya tidak beraturan, ada yang jungkir balik dan tercampur tanah namun semua isi rantang kandas. Beberapa gorengan di plastik kresek hitam sudah terlupakan karena asap semakin mengepul.
Seolah tak tampak penderitaan sedikit pun menjepit rusuk mereka seperti yang sering diulas-ulas media yang puluhan tahun aku baca. Ketika membaca berita yang kurang simpati kita bisa apa? Paling mengomel sebagai tanda prihatin. Mereka memang masih sebatas objek informasi, namun…
Setelah kau tanyakan kabar atau berapa harga kubis maka barulah mulai membuat garis di keningnya terlipat-lipat dengan mata menerawang. Aku jamin kau akan dapatkan jawaban mayoritas yang selalu sama bahkan dari petani dimanapun—YA BEGINILAH NASIB PETANI DARI DULU SAMPAI SEKARANG BEGITU SAJA! Suatu ungkapan ketakberdayaan manusia yang paling permanen yang pernah aku lihat.
Akhirnya, semakin sering menemui petani yang jongkok di sudut-sudut ladang ditemani asap menjadi hal umum bagiku. Bergaul semakin dekat lalu bertamu ke rumah-rumah mereka, maka jangan harap api akan dimatikan untuk menyambutmu: Merekalah Petani tembakau Sindoro Sumbing yang selalu memapar diriku dengan asap rokok yang menjadi fokus perjuanganku dan kawan-kawan lewat YPG.
Sulit bagi Temanggung mengingkari dirinya sebagai kawasan Tembakau. Dengan luas 870 ribu km2 yang hampir sebagian besar ditanami tembakau adalah fakta yang “mematikan dan menghidupkan”; suatu pernyataan yang lebih berimbang bagi siapapun daripada mengatakan “tembakau adalah kultur”. Bahkan Tembakau Kemloko yang terkenal itu dijadikan ikon Temanggung. Tembakau adalah komoditas andalan pada musim kemarau. “Habis mau tanam apa lagi karena tidak ada air”.
Suatu hari seorang petani tembakau yang sudah aku anggap seperti keluarga datang ke rumahku dan mengatakan ia merugi sementara semua modal berasal dari hutang. Kisah tentang dia adalah empat tahun merugi selama lima tahun aku di Temanggung. Bukan hanya dia, banyak, banyak sekali! Sejak kami semakin sering rapat di Sindoro Sumbing untuk mempersiapkan rencana pembangunan Candi Air Sobobanyu di desa mereka, akhirnya aku mengerti dari mana ia bertahan dalam hidup dengan ladang yang hanya sepetak kecil. Ia sering main ke tetangga kasarnya minta makan sementara tetangga nasibnya beda tipis dengannya. Orang-orang desa dalam kesulitan tetap berbagi.
Walaupun merugi tetapi tetap menanam tembakau karena “mau tanam apa lagi karena tidak ada air!”
Musim kemarau di sini sangat panjang dan semakin panjang akibat perubahan cuaca, tahun kemarin berlangsung dari Maret 2015-Januari 2016 (hampir setahun). Dari Maret biasanya mereka mulai tanam tembakau dan panen akan berakhir pada September. Masa panen berlangsung sekitar 1 bulan karena selembar demi selembar daun dipetik dari bagian paling bawah (daun tua) sampai batang botak. Batang dibiarkan mengering terbakar panas untuk dijadikan kayu bakar. Ketika batang-batang mulai dicabut sekitar Januari-Febuari adalah awal mula ditandai musim menanam jagung, kentang atau kubis. Bayangkan betapa beratnya hidup mereka karena harus mengerami tembakau yang siklusnya sangat panjang namun hasilnya tidak mendukung, periode tidak produktif selama 3-4 bulan setelah panen dan harga kubis yang membuat geram. Tidak semua petani mampu menanam kentang atau komoditas yang lebih berharga karena ongkos produksi lebih mahal. Hutang menunggak kubis pun dijadikan soda gembira. “Habis mau tanam apa lagi biaya tidak ada.”
Namun, ada lima desa di bawah yang masih cukup air juga menanam tembakau walau kadang harus tega mematikan saluran air sehingga tetangga yang tidak ingin menanam tembakau tidak berkutik dan akhirnya ikutan tanam tembakau juga.
Kekeringan maupun kelimpahan air sama sengasaranya bagi petani namun sebaliknya selalu menjadi ajang meraup untung besar-besaran bagi pihak-pihak tertentu. Karena periode terpanjang tembakau maka tembakau menjadi sorotan. Selisih harga tembakau di tingkat produksi-distribusi sangat sangat keterlaluan sekali, bisa mencapai di atas 100% dengan beberapa ‘permainan’. Aku marah sekali ketika makin mendalami persoalan mereka dan mengutuk keras hal ini! Siapapun yang mengambil keuntungan dengan praktik keji, pembodohan dan menciptakan ketakutan bukanlah manusia melainkan drakula.
Komoditas tembakau seperti sengaja dibuat judi dengan menciptakan jaringan distribusi yang gelap sehingga banyak tangan bisa bermain. Mereka hidup dari darah dan bukan lagi keringat penderitaan orang-orang kecil. Mereka pasti akan mengalami kebuntuan suatu hari. Ini hanya masalah waktu.
Bagi petani, ini seperti nasib yang tidak bisa diubah, kalau makan ibu mati kalau tidak makan bapak mati—begitulah nasib petani pada umumnya dan asap tembakau selain pengusir dingin juga pengusir susah bagi petani Sindoro Sumbing.
Kisah yang paling menyiksa, terjadi pada acara malam 1 Syuro, sekitar 2 tahun yang lalu. Kira-kira ada 10-15 laki-laki dalam ruangan. Kami sedang bicara persiapan deklarasi. Ruangan sebesar 2×3 m tanpa ventilasi dalam waktu sekejap dipenuhi asap. Sementara lantai dilapisi karpet beludru untuk menahan dingin membuat asap terserap sempurna dalam ruangan. Dulu hal ini sempat menjadi dilema ketika akan serius terjun mendukung petani tembakau.
Aku bukan seorang perokok, tidak pernah merokok dan sesungguhnya anti rokok namun kini aku mengerti mengapa punya pemakluman yang besar untuk menyikapi situasi ini, kalau tidak mana mungkin aku sudah sejauh ini. Sewaktu di Jakarta, mencium sedikit saja bau rokok rasanya mau pingsan namun sejuk Sindoro Sumbing telah membayar lunas untukku, semuanya!
Sebelum bisa merasakan lumpur kehidupan, rasanya sulit bisa memahami perjuangan orang-orang kecil seperti sampai ke level menerima dipapar asap tanpa mengaitkan bahaya nikotin ataupun kesulitan karena terkait aspek politis dan non politisnya. Petani tembakau, petani jeruk, empon-empon dan petani yang masih banyak mengandalkan kemurahan alam bagiku mereka adalah tumbal sistem yang tidak berkeadilan.
Tulisan ini tanpa maksud mengusut sengkurat tembakau, tidak menyalahkan pihak tertentu atau malah melakukan propaganda tembakau sebenarnya. Aku sama sekali tidak memosisikan diriku di sana dan membebaskan diriku maupun YPG dari semua kepentingan. Kapasitas kami tidak terkait komoditas apapun tetapi terkait ibu bapak kita, Gunung Sindoro Sumbing, karena berulang kali aku katakan bahwa mendukung alam tidak cukup hanya menanam pohon! Sebenarnya tanpa manusia pun pohon sejak dahulu tumbuh sendiri bukan? Jadi apa yang kita tanam masih sebatas membayar selisih atas apa yang telah dirusak manusia.
Rencana Pembangunan Sobobanyu, sebuah sistem irigasi yang seperti direncanakan adalah perenungan kita bersama dan semua pihak diundang terlibat dengan satu tujuan independen. Seperti aku sengaja mengajak salah satu perusahaan rokok ambil bagian serius padahal Sobobanyu bisa menjadi ancaman bagi industri rokok dalam jangka panjang. Dengan adanya ketersediaan air, petani mempunyai pilihan dan pilihan memberikan posisi tawar baik harga dan pilihan komoditas. Hal ini aku jelaskan dengan terbuka kepada perusahaan rokok tersebut bahwa ada potensi ke sana namun dalam pengamatanku mereka cukup memahami bahwa kita mempunyai persoalan yang sama tentang bumi.
Sobobanyu yang akan dibangun adalah solusi yang paling elegan untuk menyelesaikan masalah pelik petani Sindoro Sumbing. Perjuangan kami adalah memberi harapan dalam ketakberdayaan petani tembakau Sindoro Sumbing. Bagi pihak yang menciptakan ketidakadilan sehingga ketakberdayaan tercipta harus dibuat malu dengan kecerdasan manusia yang telah membawanya sampai ke Planet Mars. Bagaimana kita bicara perang bintang kalau masih mencari recehan di tengah jalan atau masih suka isap darah padahal sistem metabolisme manusia bukanlah kebinatangan?
Melihat kesulitan petani tetapi tidak bisa timbul sebuah gerakan hati karena nasib petani masih berada di level objek. Dijadikan objek media masih dijadikan objek oleh pelukis. Setelah di tangan kurator malah makin tidak baik karena nasibnya nanti akan terpajang di mana-mana, terakhir yang paling mengerikan akan tergantung abadi di museum. Baca juga Sobobanyu Pembangunan Jiwa: Gerakan Hati.
Siapa yang peduli dengan petani? Aku peduli. Aku mengatakan kepada Nurul, sangat tertantang untuk membalikkan situasi petani Sindoro Sumbing. Menjadikan mereka raja di atas tanah mereka adalah cita-cita yang sangat adil bagi siapapun yang sudah meraih poin penting dalam hidup.
Nasib petani yang selalu di ujung tanduk adalah sebuah kepermanenan ketidakmampuan komunitas berbagi yang dibiarkan. Negara dan relasi produksi-distribusi adalah komunitas yang paling bertanggung jawab atas terciptanya keterpurukan petani dan yang masih menjadi penonton dan memberi ranking pada posting ini tentu sangat kami hargai namun hal itu tidak akan membantu petani Sindoro Sumbing. Segeralah merapat!
Masih mau menanyakan pupuk? Halah! Kau hanya akan semakin membongkar luka lama mereka, jangan tanyakan itu kalau kau datang tanpa tujuan konstruktif.
Untuk petani Bantul tanyakanlah legenda “Permaisuri Melon” namun kalau di Sindoro Sumbing harus agak liar pertanyaannya misal tanyakan kelanjutan kisah “kumbang yang salah masuk kamar lalu dibantai kutu busuk”.
Mereka membutuhkan harapan yang bisa terwujud bukan kosong! Gairah pertanian yang memihak akan membuat barisan gigi yang tidak punya nasib dikawati akan tertawa lebar tanpa beban sampai di ujung bumi.
Banyak informasi RPCAS yang sudah kami sediakan sampai hal-hal teknis di situs ini, silakan mulai dari Program Irigasi.
Semua #TurunTangan. Mohon dukung Rencana Pembangunan Candi Air Sobobanyu: Sebuah sistem irigasi gunung yang memerdekakan jiwa! BANTU AKU UNTUK BANTU KITA. Ambil bagian dalam Program Petaru atau untuk kontribusi lebih besar dalam Program KNIH.
In tulisan ke-6 terkait Sobobanyu, dengan judul panjang “Behel: Sobobanyu Pembangunan Jiwa”.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.