Suara Amerika
Warga negara yang paling mengetahui apa itu rasa damai adalah penduduk aslinya. Penduduk asli menyanyi di atas gunung turunannya berputar-putar di bawah. Mereka memang hidup tanpa rasa damai lagi namun mereka pernah punya kisah bahwa “rasa damai” itu pernah ada.
Kisah-kisah mencari damai berserakan di kaki Patung Liberty. Sangat haru-biru karena itu telah menjadi angan-angan. Di jantung pengejaran menjadi dokter, banker, pengacara, pebisnis ada angan-angan andai damai itu hidup kembali. Adakah kisah sejarah suatu bangsa yang berhasil meraih kedamaian jiwanya kembali tanpa melewati perjalanan abad?
Sering kali banyak “kisah baik” tidak mau kembali lagi sampai kita meninggalkan dunia ini. Angan-angan terhadap “rasa damai” itu kembali hidup kemudian diteruskan generasi berikutnya. Penduduk asli hanyalah penanda sejarah.
Menjadi warga di sebuah negara menurut “rasa damai” yang mau dikejar benar-benar sangat melelahkan. Siapa yang berkuasa dialah yang menentukan “rasa damai” itu emas atau besi. Yang autentik selalu bisa dirasakan sampai hati yang terdalam sedangkan yang imitasi hanya cukup sampai di permukaan dada. Nasibmu, nasibmu, oh hai warga negara!
Bila kau diberi hak bersuara maka suaramu dibawah kendali konstitusi tetapi kini suaramu dibungkam teknologi.
Paling jauh hanya akan pindah antar kabupaten apabila hubungan antar tetangga yang rusak. Hanya ada satu jalan segera pindah ke provinsi yang lebih damai apabila damai itu dirasa benar-benar sudah tercerabut dan nyawa pun menjadi mainan. Jarak terjauh yang bisa kau jangkau adalah pergi ke negara yang kau rasa masih ada damai.
Ia telah pergi dari negara yang melahirkannya. Terbeban angan-angan yang tidak tercapai. Berat di pundak berat di jiwa. Jalan sudah buntu, rasa muak sudah membentuk puncak baru. Mencari kehidupan yang layak adalah akhir segala-galanya. Dalam suatu masa, damai-lah yang ia puja-puja, bukan uang bukan karir.
Berdiasporalah kemana-mana. Bermigrasilah ke negara-negara barat, ke negara-negara timur mencari damai. Penuhi bumi dengan rasa damai. Kebebasan digapai rasa damai diterima. Hari-hari hanya mencicipi rasa damai.
Dua puluh lima tahun lalu ada tuhan di sana, dua puluh lima tahun kini ada teknologi. Zaman berganti, penguasa berganti. Rasa damai memasuki tahap kesirnaan. Semua berlomba-lomba merebut napas kedamaian. Di antara butiran nyawa tersemat penduduk asli, terjepit, terdesak, tertindas. Apa artinya teknologi bila bukit-bukit dan gunung-gemunung juga berusaha menggapai rasa damai?
Orang-orang yang datang dari kegelapan tak bisa membawa damai. Bila ia ahli menjahit maka ia tidak akan menerima kainmu. Bila ia punya salon maka ia menolak mengeriting rambutmu. Atau bila ia ahli menerbangkan pesawat maka bukan mustahil ia akan sengaja menjatuhkan pesawat membawamu mati bersama ajaran-ajarannya.
Di bumi barat, di bumi timur, jangan lupa masih ada bumi selatan dan utara yang mana tahu tempat itu masih bisa mengubur amarah, dalam dinginnya malam dan siang mereka mati suri.
Pemimpin yang baik kadang punya masa untuk tampil di permukaan tetapi selalu kekurangan waktu untuk memperbaiki. Rasa damai benar-benar sudah lenyap karena kebebasan telah hilang. Karena kebebasan adalah rasa damai itu sendiri.
Rasa damai itu datang dari tuhan.
Berikanlah sedikit rasa damai agar jiwa ini lengkap.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.