Cukup Adalah Cukup
Jika model pertama secara ekstrim dilakukan misal dengan menanggalkan jubah dan mengoyak hati, kemudian pergi mengembara dan menyucikan diri ke bukit maka sangat memungkinkan bisa dinobatkan sebagai santo atau santa, sedangkan model kedua rasanya sulit mendapatkan predikat orang suci karena harta tidak bisa dijadikan kendaraan melakukan tindakan ekstrim positif. Apa yang mau ‘ditanggalkan’ sementara harta pas-pasan?
Dalam dunia ini untuk bisa mencapai ‘puncak’ sering kali memerlukan keberanian. Keberanian ekstrim adalah buah dari penemuan cukup adalah cukup. Jubah ditanggalkan dan hati dikoyak, mendaki Himalaya dengan satu kaki atau keluar dari pekerjaan yang tidak memerdekakan nurani membutuhkan keberanian yang luar biasa.
Dunia baru saja menyaksikan peristiwa keberanian ekstrim yang dilakukan Mark Zuckerberg dengan memberikan 99% sahamnya untuk mendukung anak-anak dunia dapat hidup lebih baik padahal ia masih muda dan anaknya baru lahir. Aku rasa keputusan itu diambil bukan karena ia telah mempunyai banyak pegangan permanen tetapi ini benar-benar tindakan keberanian ekstrim dari penemuan cukup adalah cukup. Ketika mengetahui itu, rasanya aku ingin mengirim surat meminta dukungan bos FB itu. “Beli donk buku kami! Hanya 0,0001% saham saja petani yang kami perjuangkan akan bermandikan air di ladang,” kataku nanti dalam surat.
Membicarakan keberanian ekstrim membuatku merenungi kembali hidup yang sedang kujalani. Saat itu… aku telah melihat predikat kaya bukan nasibku: sekeras dan seberat apapun usahaku saluran pipa dengan banyak kran keluaran telah terdisain untukku sejak lahir. Hmn… dan akhirnya aku di sini dengan keputusan mengabdikan hidup untuk memperjuangkan nilai-nilai abadi dengan memakai cara-cara sederhana yang mengandalkan kekuatan hati sebelum masa beredarku di dunia ini habis.
Banyak yang telah kulalui. Duka selalu terganti dengan suka. Rasa ingin menyerah selalu dihapus oleh rasa untuk bangkit. Neraca hal-hal baik aku tahu tidak pernah defisit dari yang buruk. Penjabaran yang memakai kekuatan hati aku rasa liar sekali. Mungkin aku ingin mendidik diriku seperti anakku yang polos berdoa ketika listrik padam padahal masih ada lampu emergency menolong; hanya anak kecil yang mampu memakai kekuatan hati untuk situasi umum.
Memakai kekuatan hati juga bisa diumpamakan seseorang yang tidak membawa bekal banyak dalam perjalanan, menanti awan memberi petunjuk dan selalu berjaga-jaga. Kondisi suffering menurutku kadang memang diperlukan agar mudah mengoneksikan diri dengan induk energi dari semua ini. Muka antarmuka.
Pekerjaan semesta menurutku mempunyai kesempatan menumbuhkan banyak kekuatan hati. Sayang, malah banyak orang menggadaikan idealisme saat mengerjakannya. Membangun dari kekuatan hati itu mendebarkan, butuh tekad tidak bercacat pada awal inisiasinya. Tekad harus sampai pada level baja apabila yang dibangun adalah nilai. Pekerjaan-pekerjaan yang membela semesta semua mengandung nilai.
Karena ada sifat manusia purba yang paling sah dipertahankan yaitu kemampuan bertahan. Untuk bertahan pertama harus memiliki alasan. Tidak menggali kubur sendiri bagus tetapi harus menghadirkan kepentingan, kalau tidak tujuan menjadi bias. Makanan yang kita masukkan memberi kepentingan bagi tubuh yang sehat. Idealisme pribadi juga adalah kepentingan maka hidup yang mengandalkan kekuatan hati berarti terus berjuang menjinakkan ketidakteraturan manusia purba dalam diri (dalam rangka bertahan itu) sambil terus memoles hati agar kelak kembali putih sebagaimana ia putih dan ketika purna tugas, pulang ke alam baka tanpa contraints besar.
Jadi, putuskan setelah menjadi kaya baru akan melakukan sesuatu bagi dunia sementara batas kekayaan adalah cukup. Namun cukup adalah cukup akan membawamu bebas lepas bagaikan burung di angkasa.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.