Pemutakhiran Otak-1
Aku baru saja mengajari anakku tentang pengendalian diri yang kumulai dengan mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini punya potensi menggerus hal-hal baik yang telah tertanam.
Hal baik yang bisa aku perjuangkan untuknya adalah hal-hal yang mendasar karena suatu hari ia akan punya jalan pikir sendiri tentang baik-buruk. Aku berbicara mengenai pondasi. Manusia tanpa pondasi ibarat kereta api berjalan tanpa bantalan rel. Suatu peradaban bisa berjalan karena ada kebudayaan membentuknya dan manusia bisa bertahan karena ada nilai-nilai dasar.
Dunia ini lebih dinamis dari sekedar politik dan akan terus berubah, kebudayaan baru mungkin akan tercipta setelah generasiku selesai dan dia mungkin kelak akan mengadopsinya dan itu dianggap baik juga olehnya, tetapi nilai-nilai baik yang kumaksud itu bersifat abadi. Tubuhku boleh menjadi debu, tetapi nilai yang aku ajarkan akan senantiasa menjadi air kehidupan dan akan selalu mencari cara menyusup ke dalam tulang sumsumnya karena mereka seperti zat hidup.
Pada suatu hari ia mungkin berdiaspora di belahan barat dan mungkin saja menjalani kehidupan bebas di sana, kalau sampai hal itu terjadi aku sebagai ibunya juga tidak bisa apa-apa karena tubuhku saja tidak bisa aku lepaskan dari kefanaan dan itu adalah pilihannya, tetapi apakah nilai yang kuajarkan telah luntur?
Penyebab sebuah nilai luntur banyak, tetapi hanya satu pencetus untuk membuat hal itu terjadi. Ribuan hari ibu membangun nilai-nilai baik dalam diri anaknya, namun dalam semalam bisa runtuh—nilai-nilai yang aku ajarkan mungkin bisa “runtuh”, tetapi tidak “luntur” hanya karena pikirannya mengalami pemutakhiran.
Tema besar kejatuhan manusia terkait aktualisasi diri terletak pada relasi, ekonomi dan kekuasaan, pencetusnya bisa sakit hati, kecewa, ketakutan atau putus asa, namun ada satu hal yang mungkin kurang tepat disebut pencetus, tetapi hal itu mengambil peran sangat besar pada pilihan manusia modern, yaitu tentang pemutakhiran konsep nilai oleh pikiran: inilah inti masalah yang aku bahas kepada anakku dan inilah juga yang menjadi permasalahan terbesar pada pikiran atau otak manusia modern yang terlalu canggih.
Pemutakhiran pikiran terhadap nilai adalah pemakluman atas usaha-usaha yang tidak sesuai dengan nilai yang dipegang. Pemutakhiran itu sendiri adalah proses melebih-lebihkan yang sudah canggih sehingga pikiran mengalami kecanggihan berlebih. Proses pemakluman itu sendiri mungkin juga bagian dari sisi manusia bertahan dalam kehidupan yang serba tidak teratur ini.
Aku menduga pemutakhiran pikiran terjadi mungkin bisa dikaitkan dengan masalah di otak juga.
Kecanggihan pikiran dalam dunia yang kacau justru melahirkan pikiran yang semakin dangkal; tidak mau repot, tidak mau susah, mencari jalan pintas dan ingin serba instan serta menggugat hal-hal mendasar.
Muara terakhir dari pemutakhiran pikiran adalah menghalalkan segala cara untuk meraih apa pun yang diinginkan. Inilah wajah perpolitikan Indonesia yang sedang dipertontonkan oleh sekelompok kerumunan manusia-manusia sakit saat ini.
Menjadi pertanyaan bagiku, secara singkat bisakah kita ringkas bahwa pemutakhiran pikiran adalah bagian dari jiwa yang agresif?
Judul tulisan sebenarnya yang tepat “Pemutakiran Pikiran“, tetapi karena slot terbatas terpaksa diganti “Pemutakhiran Otak“.
Baca juga “Pemutakhiran Pikiran-2”.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.