Rahajeng Nyepi
Perayaan Nyepi tahun ini sangat spesial bagiku. Tak tahulah apa yang telah mempengaruhi pikiranku, aku seperti ditarik ke sebuah arus besar perayaan Nyepi. Mungkin karena diriku terkoneksi dengan sahabat di Bali dan diam-diam cemburu dengan pengalaman bahtin yang kawan-kawan alami. Ada rasa mendesak, aku segera ingin berlari ke Bali malam ini juga. Memperkuat barisan doa. Merasakan sensasi magis Nyepi seperti menemukan anak kunci yang hilang.
Kalau Bali dilambangkan sebuah hati manusia yang hiruk pikuk, hawa nafsu bercampur debu, ditarik dalam satu sudut pandang yang sama: tentang tujuan manusia diciptakan. Hanya begitukah—manusia lahir, sekolah mati-matian, kerja mati-matian dan akhirnya mati sia-sia? Belum ada tempat yang mampu disunyikan selain Bali.
Ingredient
Nyepi menambah satu aspek spiritualitas manusia yang butuh bertemu dengan pembuat ingredient dirinya. Setelah banyak menderita dan rasa sakit akibat transformasi menuju manusia yang lebih baik, manusia membutuhkan momentum memulai hari baru.
Nyepi dengan talentanya mampu menyihir banyak hati ikut bertekuk lutut mencari esensi kehidupan. Hanya dalam keheningan jalan bijaksana itu bisa diperoleh. Seandainya pikiran sudah bisa dikuasai, hati kemudian menjadi damai, kukira tidak ada lagi yang diingini oleh manusia selain ingin kembali menyatu dengan sumber keheningan sejati.
Tidak Harus Hindu
Aku datang dari latar belakang miskin budaya dan perayaan seolah-olah kehausan dan mencari-cari di mana dunia ini aku bisa bertemu dengan dimensi-dimensi spiritual. Semakin berlapis-lapis semakin sarat dengan makna.
Tidak harus Hindu dan tidak harus Tiyang Bali baru bisa merasakan makna Nyepi. Menurutku hal ini sangatlah manusia dalam konteks “spiritualitas manusia hakikatnya adalah sama”, agama yang suka membeda-bedakannya. Dalam hal ini agama menjadi tampak aneh di mata spiritualitas. Dan ketika ada seorang kawan Muslim bisa merasakan hakikat Natal tanpa harus menjadi pengikut Yesus. Kukatakan dengan jujur, kalau suara azan yang terdengar dari ujung bukit rumahku begitu membuaiku, sukmaku seperti sedang diajak ke pelataran surgawi harusnya tidak perlu ada air mata atas peristiwa pemerkosaan gadis kecil oleh kebobrokan manusia NIIS, Boko Haram dan Al-Qaeda. Harusnya tidak ada anak-anak dijadikan tameng. Harusnya tidak ada pembunuhan keji atas nama Tuhan.
Harusnya tidak ada! Harusnya bumi ini damai sebagaimana tujuan penciptaan awal mula oleh Sang Hiyang Widhi.
Tak Terkata
Ada kemarahan luar biasa sampai tak mampu berkata-kata. Dunia sudah terlalu lama penat. Sudah terlalu banyak air mata. Sudah terlalu banyak darah tumpah. Sudah terlalu banyak perselisihan. Peperangan yang terus terjadi di Timur Tengah, di Afrika, di belahan Rusia. Bumi rasanya mau meledak. Energi Nyepi kuharap menjalar dari Bali ke seluruh ujung dunia. Yang beku dicairkan, yang bengkok diluruskan dan yang bergolak ditenangkan. Yang putus asa diberi harapan.
Lawan dari kejahatan adalah kebaikan. Tangan kita mungkin tak mampu menjangkau dunia yang kacau tetapi kita masih ada sepotong hati yang kecil milik kita yang sejati, yang senantiasa kita jaga agar tidak melukai kehidupan. Tidak ada jalan lain selain terus menabung kebaikan dalam hidup sebagai persembahan doa-doa bagi dunia yang damai.
Nyepi adalah penutupan sekaligus pembukaan bahwa hakikat kedagingan manusia akan terus diuji, lalu ogoh-ogoh manusia jeleknya diusir lagi pergi menjauh setiap hari dan harap-harap jangan kembali dalam bentuk apapun. Dunia pun tenggelam dalam keheningan Nyepi.
Matur sembah dhateng Gusti Allah ingkang ngukaken bumi lebet cakrawala. Mugi bumi dados tentrem. Rahajeng Rahani Nyepi Tahun Chaka 1937. Berkah Dalem.
PENTING! INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU. PELAJARI SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.