Suatu Dispersi
Dunia terus dipenuhi berbagai jenis aliran dan teori ketuhanan tetapi belum tentu mencirikan spirit ketuhanan! Semakin banyaknya jenis ajaran akan semakin menambah jarak antarmanusia karena dari konflik SARA, agama-lah yang paling memisahkan manusia jika mengutip tulisan Prof. Faruk Tripoli bahwa “pemisah agama satu adalah agama lain” maupun dari pemikiran berbagai pakar konflik agama dunia.
Mengingat kembali konflik agama yang belum ada tren menurun, aku rasa Tuhan pusingnya minta ampun. Sindiran pengembaraan manusia mencari tuhannya beserta konflik di dalamnya seperti “mencari tuhan untuk dibuang sebelum menemukan” sangat tepat melukiskan apa yang sedang terjadi tanpa ingin mendiskritkan satu agama mana pun. Kita perlu menghidupkan tuhan dengan mengandaikan dia sebuah pribadi agar kita mudah merasakan sudut pandang tuhan dan segera menghentikan permusuhan.
Untuk mendukung tulisan ini, diriku berusaha mencari beberapa literatur seperti dari pujangga Kristus yang sangat terkenal seperti Anthony de Mello, tokoh karismatik Ibu Theresa, sampai pemikiran Sufi Rumi dari pihak Muslim, Mahatma Gandhi dari Hindu serta tokoh agama Budha yang bijaksana, Ajahn Brahm serta Lao Tze dari aliran Kong Hu Cu, ternyata deviasi perbedaan filsafat ketuhanan pada diri mereka sama sekali tidak ada. Semua pemikiran mereka bermuara pada satu pintu, yaitu menuju dimensi mistik keallahan. Para tokoh tersebut memahami ilmu teologi sangat mumpuni tetapi mengapa filsafat ketuhanannya juga berkembang seimbang? Aku menduga mereka mengikutkan dimensi manusia yang sejati termasuk hubungan dengan alam, budaya juga terkait tujuan hidup seseorang yang sudah terbentuk jauh sebelum agama membentuknya.
Kesimpulannya manusia yang semakin mendekati dimensi yang disembahnya, manusia itu semakin mencirikan hal yang sama karena sesungguhnya yang disembah itu berasal dari sumber yang satu dan sama!
Kesimpulan yang lain adalah ketika seorang manusia semakin masuk kedalam kehidupan sufi ‘dimensi mistik ketuhanan’ (red: filsafat ketuhanan), ia seolah-olah tampak semakin tidak ‘ber-agama’ dan pada akhirnya tidak memerlukan agama walau ia tetap yakin dan melaksanakan kewajiban dengan tata cara agama yang dianutnya.
Agama hanyalah produk manusia. Karena agama itu alat dan kalau ketika dimensi spiritual seseorang telah bisa terbang mencapai spirit tuhannya maka apakah manusia masih butuh sebuah pesawat yang hanya bisa mengantarnya di atas ketinggian 3200 ft?
Tulisan ini bukan untuk mengajak orang semakin tidak beragama tetapi justru mendorong agar orang semakin mengimani tuhan yang diajarkan dalam agamanya dan harus bertumbuh. Kalau ia tidak tumbuh maka akan mati dan bukan sebaliknya malah mematikan orang lain!
Manusia yang tumbuh sebagai manusia harus sangat-sangat sadar ia bukan binatang! Walau ada pihak yang mungkin tidak setuju tetapi pemikiran Gereja Katholik mungkin bisa dijadikan rujukan untuk pertumbuhan membangun manusia seutuhnya, dimana teologi (vertikal) dan filsafat ketuhanan (horizontal) diajarkan dengan seimbang untuk saling sinergi baik untuk calon pastor maupun di sekolah-sekolah Katholik.
Agama satu dibedakan dari agama lain karena teologi-nya. Andaikan teologi adalah dispersi cahaya ilahi polychromatic (putih) yang dibiaskan oleh manusia menjadi beragam cahaya monochromatic mejikuhibinu ‘teori ketuhanan’ maka filsafat ketuhanan adalah perimbangan dan lawan dispersi untuk mengumpulkan manusia kembali putih.
PENTING! SEMUA INFORMASI SITUS DILINDUNGI UU.LIHAT SYARAT & KETENTUAN PEMAKAIAN
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.