Niat Baik Sebagai Pengantar
Cita-cita dan ide diumpamakan selembar kain Sindur yang dipakai calon orang tua mempelai pengantin Jawa, kelokan warna merah dalam selembar kain mori putih bagaikan gejolak yang tiada henti memanggil, dengan ekor-ekor riaknya mereka mengalir deras memecah batu dan karang dalam sungai kehidupan, begitulah cita-cita bekerja seperti cinta yang harus mengalir dan mengairi setiap relung jiwa.
Buku dijadikan ruang dialog Giharu untuk mengajak semakin banyak orang terlibat dalam gerakan hidup sederhana—memuliakan Ibu Kehidupan; berpikir sederhana, hidup alamiah, menemukan hakikat diri dalam fokus dan karya dan menjadi bangga padanya.
Panggilan dibalik buku banyak tautannya dan keberlanjutannya, semua berporos pada buku Trilogi Hidup Sederhana, karena pada akhirnya orang akan tahu bahwa Giharu bukan sebuah toko buku; memikirkan Giharu pikirkanlah segudang cita-cita sederhana yang terlalu sayang kalau tidak dikecap apalagi dikesampingkan.
Semua bisa dijadikan pengantar, kata-kata tidak akan pernah cukup untuk mengungkap sebuah niat baik. Katakanlah esok hari buku Giharu dipajang dimana-mana, dikoleksi di rak-rak buku namun sebelum ‘musim dingin’ berlalu, mereka akan lemas dan loyo namun cita-cita dan ide akan tetap abadi; pembaca yang telah mengoleksi ide di dalam pikirannya-lah yang telah mengambil bagian dalam keabadian itu.
Proyek Idealisme dan Buku
Seorang kawan bertanya, “Mengapa proyek sosial Giharu digabungkan dengan buku? Buku akan terbeban perjuangan sosial, biarlah orang membeli buku karena memang buku itu bagus dan layak dibaca.” Pemikiran itu benar sekali, namun Giharu punya pemikiran sendiri dan semoga setelah membaca artikel ini, siapapun bisa memahami kegelisahannya karena semua demi cita-cita sederhana.
- Latar Belakang Menulis. Aplikasi cita-cita sederhana ke dalam aksi yang lebih nyata (program sosial) memang tidak serta-merta terbentuk namun percaya tidak percaya mereka terus diperkuat seiring buku selesai ditulis dan hingga kini sudah mengkristal. Jadi jelas sekarang bahwa perspektif 20 tahun ke depan isi bukunya semakin memperbesar impiannya untuk menggapai cita-cita sederhana di lereng Sindoro Sumbing dan rasanya sulit kalau memisahkan semua proses perjuangan cita-cita sosial dari buku atau sebaliknya.
- Otak Lembek. Setelah Giharu memutuskan untuk mengejar cita-cita hidup sederhana, otaknya seperti jadi lembek dan kurang satu ons dalam memaknai buku sebagai produk. Buku yang sudah dicetak akan masuk dalam ranah industri~bisnis tentulah ia sangat mengerti, termasuk model penetrasi ‘wah’ ke pasar. Ada semacam perlawanan dalam dirinya terhadap kapitalisasi sementara ia tidak bisa lepas dari kapitalisasi. Sekecil apapun perjuangan butuh biaya bukan? Otak yang lembek jadi mempengaruhi cara pikirnya, kadang ia tampak ‘cupu’ untuk mengatakan kepada publik bahwa kualitas tulisannya sangat-sangat layak diperdebatkan dari sisi manapun. Giharu merasa lebih selaras dengan cita-cita yang itu tulis dengan memakai cara yang apa adanya dirinya. Cara penggabungan perjuangan proyek sosial dalam penjualan buku adalah cara yang sangat Giharu banget.
- Iman: Percaya Sebelum Membaca. Mungkin karena memang otaknya sudah rusak, yang harusnya ‘produk’ bagus dijual dengan cara bagus menurut versi orang bisnis, Giharu malah memakai ide perjuangan sosial untuk mengatakan bukunya sangat layak dikoleksi oleh ceruk dunia manapun (red. proyek sosial seolah dipakai untuk mengatrol dan bisa saja ada anggapan terkandung unsur kualitas buku tersebut diragukan). Percayakah Anda membeli tanpa ada mendengar promosi pihak luar? Ini semacam iman yang kita yakini masing-masing, percaya sebelum terjadi dan sungguh iman-iman itu masih hidup zaman sekarang. Hati penuh kemurahan dan kepercayaan bekerja lewat buku ini, karena sudah ribuan buku Giharu beredar di nusantara dengan cara yang sangat personal. Dengan modal selembar sinopsis dahulu, Giharu seperti seorang penjual kerupuk yang mengetuk dari rumah ke rumah, “Selamat pagi. Aku Giharu, kalau hatimu tersentuh, bolehlah membeli bukuku?”
- Janji Giharu: Tidak Ada Penyesalan. Keputusan orang membeli sering kali dipengaruhi ‘musim dingin’ segera tiba, penyakit psikologis dalam belanja, membeli membabi buta, hal ini dikarenakan berbagai keterbatasan, termasuk waktu untuk menilai dan izin untuk mempelajari barang yang akan dibeli. Informasi yang disediakan oleh ‘produk’ yang terbatas juga menjadi faktor kesalahan orang dalam membeli. Ini berlaku untuk produk apa saja dan bagi penikmat apa pun, termasuk buku dan pencinta buku, cobalah lihat berapa buku-buku salah yang dibeli dengan penyesalan dan akhirnya teronggok di lemari tanpa roh. Dengan memahami hal ini, Giharu justru membalik keadaan dengan menyediakan informasi seluas-luasnya baik tentang buku itu sendiri dan Giharu sebagai penulis dalam website ini dan media lainnya. Dipastikan tidak ada penyesalan di atasnya, itu janji Giharu bagi pihak yang telah membeli bukunya.
- Hasil Karya Dunia. “Pegang janji Giharu, akan hadir sebuah masterpiece dunia daridusun-dusun di gunung.” Komitmen telah dibuat dan memperjuangkan kepentingan yang jauh lebih besar memberi energi tak habis-habisnya kepada dirinya. Dia akan memperjuangkannya, dari kedalaman hati yang tulus, dari hasil peluh kedua tangannya, gelisah dan daya pikir dan segala upaya ia tidak takut lakukan, karena tujuan dan buku ini adalah bagian dirinya yang terbaik yang ingin dibagi kepada peradaban. Nah, sekarang terasa aneh bukan, kalau Giharu menjual buku melalui cara umum? Memberi ke penerbit lalu duduk diam dan berdoa buku meledak di toko kemudian kapitalis berkata, “Haleluyah”. Kalaupun dia mau bekerjasama dengan penerbit tentu yang ia harap bertemu penerbit yang bisa sejalan.
- Makan Dari Idealisme. Hal ini sangat penting dicermati, idealisme dalam buku adalah pemikirannya. Giharu tidak mau suatu hari disebut makan dari idealismenya. Kita ketahui memang banyak buku atau penulisnya menjadi terkenal lalu membagi sebagian pundinya untuk kegiatan sosial pada akhirnya namun ini dua hal yang sangat berbeda. Giharu mengedepankan sosial terlebih dahulu baru dirinya, karena diri yang merasa cukup adalah cukup sudah ditemukan.
- Gerakan Sastranisasi. Penjualan buku dengan pendekatan sosial juga mengandung gerakan sastranisasi.
Comments